Nasib Petani di Gowa yang Sulit Dapatkan Pupuk dan Kartu Tani

Petani tengah memanen tanaman bawang dan tanaman hortikultura lainnya di Tomboloppao, Gowa, Sulawesi Selatan (SariAgri/Usman Muin)

Editor: Arya Pandora - Kamis, 10 September 2020 | 16:00 WIB

SariAgri -  Semakin mahal dan langkanya pupuk, khususnya pupuk bersubsidi di tingkat pengecer, membuat petani di wilayah Bolaromang Kecamatan Tomboloppao Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan kesulitan dalam upaya memproduksi tanaman hortikultura mereka.  

Memiliki kartu tani sebagaimana yang disyaratkan oleh pemerintah untuk memperoleh pupuk bersubsidi, telah para petani coba dapatkan. Sayangnya, hingga kini belum terealisasi.

Bahkan para petani di dua kelompok tani di Kecamatan Tomboloppao, yakni Kelompok tani Nirannuang Desa Bolaromang dan kelompok tani Desa Kanreapia telah didata bulan Juli lalu untuk memperoleh kartu tani, namun hingga kini tak kunjung terlaksana. 

Suardi, ketua kelompok tani Nirannuang mengaku jika pihaknya sempat didata oleh Dinas pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, namun sampai saat ini belum diberikan kartu tani oleh pemerintah.

"Ada yang datang dari provinsi mendata ulang tapi hasilnya sama saja, nihil! Dan dampaknya, para petani terpaksa membeli pupuk dengan harga mahal. Itupun dibatasi perorang dengan rinci lahan yang dimiliki," ungkap pria yang akrab disapa Adi ini.

Dari pembatasan pembelian pupuk, para petani di wilayah Tomboloppao kini harus rela membeli pupuk lebih mahal. Untuk pupuk Urea Rp.115.000 per zak, T-A Rp105.000 perzak, dan pupuk Tozka 135.000 perzak.

"Kadang untuk mengakali mahalnya harga pupuk, kita harus pintar pintar mencampur pupuk yang sedikit lebih murah dengan pupuk yang dibutuhkan semisal TA dan Tozka," ungkapnya pada SariAgri.

Adi menambahkan penggunaan pupuk juga harus dibedakan letak lahan pertaniannya. "Perlu dibedakan penggunaan pupuk yang untuk tanaman dataran tinggi dan pupuk yang cocok untuk dataran rendah. Jika di-cek di pasaran stok pupuk ada, tapi  belum temtu cocok untuk tanaman dataran tinggi,"jelas Adi.

Dari stok pupuk yang ada, di wilayah yang pernah menjadi daerah pemerintahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat menjadi camat dulu, ternyata jauh dari jumlah yang dibutuhkan petani.

"Setiap petani paling banyak mendapat 15 karung pupuk perkelompok tani, namun kebutuhan rata-rata kelompok tani adalah 50 sak, itupun dibeli dengan harga mahal. Apalagi diiming-imingi dengan kartu tani, yang hanya berhenti sampai survei saja dan entah kemana larinya pupuk itu," keluh Suardi.

Mahalnya haga pupuk dan minimnya jatah yang diberikan masih menjadi persoalan belum terpecahkan Suardi dan kelompok tani lain di kecamatan Tomboloppao. Bahkan, Suardi dan rekan-rekan sesama petani mengaku sering mengajukan protes ke pemerintah setempat, namun upaya itu dinilai sia-sia dan tidak ditanggapi.

"Saya malah sempat ke Bandung dengan biaya sendiri ikut pelatihan dari undangan pemerintah tentang sosialisasi kartu tani dan budidaya tanaman hortikultura. Tapi setelah itu tidak ada upaya lain lagi untuk bagaimana membantu kami petani," tegas Suardi.

Baca Juga: Nasib Petani di Gowa yang Sulit Dapatkan Pupuk dan Kartu Tani
Pemkab Barito Kembangkan Jahe Merah dalam Karung

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Tanaman pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Ardin Tjatjo  enggan berkomentar banyak mengenai permasalahan pupuk yang dialami para petani di wilayahnya.

"Kami sampai saat ini tetap mengajukan penambahan pupuk ke pusat," ujar Andi Ardin kepada SariAgri secara singkat. (Usman Muin/SariAgri Sulawesi Selatan)