Belajar Otodidak, Pria Asal Bogor Bina 30 Ibu-ibu Bertani Hidroponik

Iman Firmansyah mengajak para perempuan belajar hidroponik (Foto: Sariagri/Yudi Asmaraloka)

Editor: M Kautsar - Selasa, 17 November 2020 | 16:45 WIB

SariAgri - Iman Firmansyah, asal Kampung Pangkalan Satu, Kelurahan Kedung Halang, Kota Bogor kini menjadi idola ibu-ibu setempat.

Bukan karena ketampanan yang membuat dia bisa meluluhkan kaum hawa, namun melainkan karena keilmuannya bertani dengan cara metode hidroponik. 

Awalnya, Iman secara otodidak merujuk para petani dari Jepang sebagai landasan belajar melalui media sosial. Lelaki yang juga tercatat sebagai karyawan pabrik ini, bahkan membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang dalam mempelajari teknik hidroponik.

Dia pun kerap menemukan hambatan dalam mempraktikkannya. Dia juga kesulitan mencari nutrisi di daerahnya. 

Nutrisi sendiri memang dibutuhkan dalam teknik menanam hidroponik karena tidak dilakukan di atas tanah.

"Dulu liat petani Jepang (cara) nanamnya. Karena kemauan (jadi) semangat belajar secara otodidak bukan sekolah.  Dulu belum seramai seperti ini hidroponik. Sampai sampai nyari nutrisinya aja susah di Kota Bogor. Dari belajar, gagal dulu, gagal, gagal, gagal. Alhamdulillah sekarang seperti ini,” kata Iman.

Kini bapak tiga anak ini, telah membina 30 ibu-ibu di wilayahnya yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Jamelang. Iman mengaku tidak kesulitan dalam mentransfer ilmu bertaninya karena tingginya semangat yang kuat dari ibu-ibu.

"Dukanya gak ada tapi sukanya banyak. Karena seru aja belajar bareng," ungkap Iman.

Kini di lahan fasos fasum seluas 700 meter, Iman setiap harinya membimbing para ibu ibu menanam aneka sayuran seperti pakcoy, selada, bayam dan kangkung.

Sebelumnya, hasil panen sayuran ini dibagikan kepada para anggota KWT dan warga lainnya, sebagai bentuk ketahanan pangan di tengah pandemi. Namun, ayah muda ini pun tengah mengarahkan untuk menjual berbagai sayuran secara meluas, agar bisa mendatangkan keuntungan dan pengembangan bagi anggota dan wilayahnya.  

“Waktu pertama dipasarin ke warga sekitar, tapi dengan harga yang sangat murah. Pertama tama kita gak jual mahal. Sekarang kita perlu dana pembangunan, pengembangan jadi kita mencari pasar lain selain ke warga. Alhamdulillah kita sudah ada grosir yang menampung dengan harga yang lumayanlah," ujar Iman. 

Sentuhan tangan dingin Iman pun, sudah dirasakan bermanfaat ibu-ibu. Sri Wahtuti, 40 tahun, salah satu anggota KWT menuturkan, sebelumnya warga kerap gagal memanen tanaman di hendak dibudidayakan. 

“Kita buka lahan mulai September 2019 terus menanam jahe bulan Januari 2020. Tapi kita belum berhasil karena baru pertama kali. Mungkin karena kita belum pengalaman di bidang itu. Terus untuk sayuran mulai berhasil berkat bimbingan Mas Iman yang sudah ahli di bidangnya,” ujar Sri. 

Sri menambahkan berkat ilmu yang dibagikan Iman, dia bisa mendapat keuntungan terutama menghemat anggaran belanja sayuran yang harus dikeluarkan. 

"Semenjak disini saya gak pernah beli kangkung, bayam. Setiap panen kita bisa bawa pulang. Kan sehat juga mas,” ujar dia. (SariAgri/Yudi Asmaraloka)