Buah Manis Perjuangan Seorang Polisi Gerakan Ekonomi Desa Lewat Hidroponik

Sistem Pertanian Hidroponik di Tengah Masa Pandemi (SariAgri/Usman Muin)

Editor: Reza P - Senin, 7 Desember 2020 | 18:45 WIB

SariAgri - Brigpol Ahmad Fathoni, seorang Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di Desa Sukomulyo tercetus keinginan untuk menggerakkan warga memanfaatkan potensi ekonomi lokal, antara lain dengan memanfaatkan pekarangan untuk hidroponik.

Keterampilan Thoni dalam dalam hal ini dipelajari secara otodidak, terkadang belajar mandiri melalui internet. Kemampuan inilah yang kemudian ditularkan kepada warga, karena ia memiliki keinginan untuk maju bersama warga, sehingga sejumlah keterampilan yang ia miliki pun diharapkan bisa diaplikasikan warga setempat untuk mendongkrak ekonomi lokal.

Terbukti, Thoni kini mahir dalam membuat pupuk organik dan berkebun sayur dengan cara hidroponik, bahkan ia telah memiliki green house hidroponik di depan dan belakang rumahnya.

"Hasil panen sayur seperti sawi dan seledri dari hidroponik masih sering sulit melayani permintaan pasar dari Balikpapan, kota yang bertetangga dengan Kabupaten PPU," ujar Thoni.

Untuk itu, ia menggandeng warga setempat untuk sama-sama menekuni hidroponik dengan aneka jenis sayur, terutama sayur yang diminati warga sehingga selain pendapatan masyarakat bertambah juga permintaan pasar dari Balikpapan bisa terlayani.

Beberapa hari lalu Thoni sudah menjadi pemateri dalam pelatihan hidroponik di desa setempat. Pesertanya adalah kaum wanita yang tergabung dalam Dasa Wisma, pengurus BUMDes Karya Mandiri, dan warga yang ingin bertani sistem hidroponik.

BUMDes setempat dilibatkan dalam pelatihan, karena ke depan semua hasil panen sistem hidroponik di Sukomulyo akan dikelola BUMDes dalam pemasarannya, dengan maksud menyatukan petani agar harga tidak dipermainkan tengkulak jika sudah banyak produk hidroponik.

Dalam mendorong warga bertani cara hidroponik, Thoni menganjurkan tidak harus mengeluarkan modal banyak, tapi semampunya dan tidak harus menggunakan pipa paralon, karena banyak barang bekas yang bisa dimanfaatkan untuk membuat hidroponik.

Ia juga bercerita bahwa dulunya hanya menggunakan pipa seadanya saat memulai membuat hidroponik, namun kini justru memiliki tiga lokasi di sekitar rumah, yakni di halaman depan, samping kiri rumah, dan yang paling luas di halaman belakang rumah.

Ia mulai menekuni hidroponik sejak Agustus 2019. Waktu itu investasinya masih kecil, namun secara perlahan dilakukan penambahan hingga memiliki green house ukuran sedang di halaman depan rumah.

"Setiap dapat keuntungan, terus saya tambah sehingga ada pula hidroponik di samping rumah. Kemudian di halaman belakang rumah paling luas, ada 8.000 lubang tanam dengan 2.500 pipa. Semuanya saya tanam sayur mayur," ucapnya menceritakan perjalanan hidroponik miliknya.

Menurutnya, harga sayur organik dari hidroponik miliknya rata-rata dijual Rp35 ribu per kg untuk sawi yang dibeli oleh tengkulak dari Balikpapan, sedangkan sawi yang dijual di pasar terdekat atau Pasar Sepaku, dibandrol Rp10 ribu per pack.

Baca Juga: Buah Manis Perjuangan Seorang Polisi Gerakan Ekonomi Desa Lewat Hidroponik
Para Pemuda di Lombok Barat Sulap TPS Liar Jadi Sentra Sayuran Hidroponik

"Menanam sayur pola hidroponik gampang kok. Kita jadi bisa mengerjakan hal lain karena nutrisi dan pengairannya sudah diatur. Selain itu, keuntungan yang saya rasakan juga besar, yakni saya bisa untung 200 persen setelah dipotong biaya operasional," ucap Thoni.

Langkah Thoni sebagai penggerak desa ini dipicu atas dua hal, pertama karena banyaknya potensi yang belum tergarap, kedua adalah untuk menyambut pindahnya IKN ke Sepaku yang dipastikan juga berdampingan pada meningkatnya kebutuhan pangan.