Selain Sebagai Tanaman Reklamasi, Kemiri Sunan Juga Miliki Nilai Ekonomi

Ilustrasi Kemiri Sunan (Istimewa)

Editor: Reza P - Selasa, 26 Januari 2021 | 15:00 WIB

SariAgri - Hingga saat ini, masih banyak lahan bekas tambang yang belum termanfaatkan dan kerap menjadi penyebab bencana. Salah satu contohnya adalah banjir bandang yang terjadi di Kendari pada bulan Juli tahun 2020 lalu, akibat alih fungsi hutan lindung menjadi lahan tambang.

Seringkali upaya reklamasi lahan bekas tambang mengalami kegagalan karena tidak membawa dampak ekonomis bagi masyarakat. Reklamasi menggunakan tanaman akasia atau karet cenderung tidak memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya, selain sebagai kayu bakar.

Sebenarnya, terdapat alternatif tanaman bernilai ekonomi yang dapat dijadikan sebagai tanaman reklamasi. Tanaman tersebut adalah tanaman kemiri sunan.

Tanaman dengan nama latin Reutealis trisperma tersebut merupakan salah satu tanaman famili karet-karetan yang menjadi tumbuhan asli dari Filipina. Namun saat ini, kemiri sunan telah banyak tumbuh di wilayah Jawa Barat, seperti di Bandung, Sumedang, Majalengka, Garut dan Cirebon.

Tanaman kemiri sunan mudah beradaptasi di berbagai lingkungan seperti tanah gambut, tanah pasir, tanah liat, dan tanah bekas tambang. Tanaman ini mampu tumbuh dengan baik di tanah dengan pH rendah <5 dan dapat dikembangkan di dataran rendah sampai tinggi.

Tanaman kemiri sunan memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat. Pada umur 5 tahun, tanaman ini telah mencapai tinggi batang hingga 3—4 meter dan telah mulai berproduksi dengan hasil sebanyak 50 kg/pohon/tahun. Pada umur 25 tahun, tanaman akan mencapai puncak produksinya dengan menghasilkan 300 kg/pohon atau 28 ton/ha/tahun.

Kernel buah (daging biji) kemiri sunan mengandung 56% minyak atsiri yang berpotensi digunakan sebagai bahan pembuat biodiesel pengganti solar. Setiap 1 hektar pertanaman kemiri sunan dapat menghasilkan 10 ton minyak kasar/tahun.

Hasil itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa sawit yang hanya sekitar 6 ton/ha/tahun minyak kasar. Seratus persen minyak biodiesel dari kemiri sunan dapat digunakan sebagai pengganti solar. Tidak hanya untuk mesin statis, tetapi juga mesin bergerak seperti kendaraan roda empat.

Buah kemiri sunan tidak perlu dipanen, tetapi akan jatuh dengan sendirinya jika telah matang. Masyarakat dapat mengumpulkannya dan menjual ke pabrik atau pedagang pengumpul.

Masa produktivitas kemiri sunan terbilang berumur panjang yakni hingga 75 tahun. Bahkan, peneliti Badan Litbang Pertanian memperkirakan dapat berusia sampai 100 tahun.

Baca Juga: Selain Sebagai Tanaman Reklamasi, Kemiri Sunan Juga Miliki Nilai Ekonomi
Pemanfaatan Berkelanjutan Demi Jaga dan Pelihara Kelestarian Hutan

Masa berbuah kemiri sunan sekitar 4 bulan dalam satu tahun. Sementara kemampuan orang mengumpulkan biji kemiri sunan dapat mencapai 60 kg/hari kerja. Dengan harga biji sebesar Rp2.000/kg, maka pendapatan yang diperoleh dapat mencapai Rp120.000/hari atau sebesar Rp. 14.400.000,- selama 4 bulan.

Di Indonesia, setidaknya terdapat lahan kritis yang luasnya mencapai 59,2 juta hektar. Selain memperbaiki struktur tanah, pengembangan kemiri sunan juga akan membuka lapangan kerja dan sentra-sentra agroindustri baru, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah.