Berita hortikultura - Tujuh tahun terakhir, Tjitjik dan tim melakukan penelitian yang fokus untuk mengungkap keragaman senyawa kimia tumbuhan di Indonesia Timur.
SariAgri - Tanaman endemik Indonesia Timur diyakini menyimpan kekayaan hayati sebagai bahan pembuatan obat. Melimpahnya tanaman ini dipastikan Indonesia tidak akan kekurangan sumber bahan pembuatan obat dalam upaya peningkatan ketahanan kesehatan.
Hal ini terungkap dari riset yang dilakukan guru besar bidang Kimia Organik, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Prof. Tjitjik Srie Tjahjandarie yang berjudul Bioprospek Tumbuhan Endemik Indonesia Timur sebagai Sumber Penemuan Kandidat Obat dalam Upaya Peningkatan Ketahanan Kesehatan.
“Indonesia merupakan salah satu negara dengan biodiversitas terbesar di dunia, salah satu di antaranya adalah tumbuhan endemik yang banyak dijumpai di kawasan timur,” kata Tjitjik, Rabu (24/2).
Wilayah Indonesia Timur yang kaya akan sumber tanaman endemik ini, lanjutnya, dipengaruhi oleh benua Australia atau disebut sebagai flora Australis.
“Keragaman senyawa metabolit sekunder dari flora Australis, terutama jenis suku Calophyllaceae, Rutacea, dan Fabaceae sampai saat ini belum pernah dikembangkan dan dilaporkan oleh peneliti,” kata dia.
Tanaman bintagur salah satu endemik indonesia timur mampu dijadikan obat (Foto: Unair)
Lebih lanjut, selama tujuh tahun terakhir, Tjitjik dan tim melakukan penelitian yang fokus untuk mengungkap keragaman senyawa kimia jenis tumbuhan berhabitus pohon dari Indonesia Timur.
Pemetaan keragaman metabolit sekunder flora Australis Indonesia Timur, diharapkan dapat melindungi plasma nutfah tumbuhan Indonesia dan menemukan chemical marker untuk tumbuhan obat Indonesia terutama dari suku Calophyllaceae, Rutacea, dan Fabaceae.
Selain itu, sambungnya, pengembangan penelitian telah menghasilkan ratusan senyawa metabolit sekunder dengan puluhan senyawa baru yang memiliki efek fisiologis yang sangat tinggi dalam menghambat pertumbuhan sel kanker (antikanker) dan Plasmodium falciparum (antimalaria).
“Hasil penelitian pada tumbuhan Calophyllum yang merupakan famili dari Calophyllaceae menghasilkan enam senyawa baru dari spesies C. tetrapterum dan C. peekeli. Calotetrapterin A-C dari spesies C. tetrapterum yang dihasilkan memperlihatkan nilai penghambatan yang sangat kuat dalam menekan pertumbuhan sel kanker darah (P-388) dan Calopeekeli A-C dari C. peekeli merupakan senyawa baru golongan asam kromanoat yang sangat aktif sebagai antimalaria,” ujarnya.
Genus Melicope, sambungnya, merupakan bagian dari famili Rutaceae, yang mengandung senyawa golongan alkaloid, kumarin, flavonoid, asilfloroglusinol, asam sinamat dan hibrid alkaloid (gabungan dua senyawa).
Baca Juga: Perkenalkan Sorgum, Tanaman Pangan yang Tahan Terhadap Musim Kemarau
Pakar: Benih dengan Postur Tinggi Cocok untuk Lahan Rawa
Penelitian terhadap Melicope menghasilkan lima senyawa baru dari beberapa spesies Melicope yang sangat aktif sebagai antimalaria dan antikanker (kanker rahim).
“Melimolucanin A aktif sebagai antimalaria, dan empat senyawa baru Meliglabrin, Meliquersifolin B, Melikodenin F, Melikodenin J menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap sel kanker rahim,” terangnya.
Selanjutnya, Flemingia merupakan salah satu genus tumbuhan berbunga yang termasuk dalam famili Fabaceae, spesies F. macrophylla menghasilkan senyawa turunan flavonoid yaitu calkon tergeranilasi yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan sekaligus aktif dalam menghambat pertumbuhan sel kanker payudara pada tahapan metastasis hingga apoptosis sel kanker.
“Hasil penelitian terhadap F. macrophylla ditemukan senyawa aktif baru Flemingin P dan Flemingin Q dan lima senyawa baru lainnya. Senyawa baru tersebut diujikan pada sel kanker payudara (sel 4T1 dan T47D) dan menunjukkan kekuatan yang sangat aktif,” pungkasnya.