Geliat Peningkatan Ekspor melalui Tanam Perdana Tanaman Pisang Cavendish

Ilustrasi pisang cavendish (Piqsels)

Editor: M Kautsar - Minggu, 4 April 2021 | 18:00 WIB

SariAgri - Dalam rangka percepatan pelaksanaan program pengembangan kawasan hortikultura berorientasi ekspor, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kembali melakukan inisiasi dan kerja sama kemitraan denganpemerintah daerah. Kali ini di Desa Pulung, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo yang menjadi tuan rumah rangkaian kegiatan melalui penanaman perdana pengembangan komoditas hortikultura. Setelah sebelumnya dilaksanakan di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh pada 18 Februari 2020 yang lalu.

“Sesuai dengan arahan Bapak Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, inisiasi dan kerja sama kemitraan yang dilakukan oleh Kemenko Perekonomian ini dilakukan sebagai langkah untuk meningkatkan pemerataan ekonomi di daerah dan meningkatkan ketersediaan sumber pangan yang berkualitas,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso.

Program ini, lanjut Susiwijono, akan menjadi role model manajemen agribisnis yang lebih baik melalui kemitraan dengan pelaku usaha yang sudah memiliki kompetensi untuk ekspor.

BPS mencatat sektor pertanian memiliki kontribusi sebesar 13,70 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atau terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan (19,88 persen). Pada periode Januari-Februari 2021, ekspor Sektor Pertanian sebesar 0,65 miliar dolar AS, naik 10,17 persen terhadap periode Januari-Februari 2020 (0,59 miliar dolar AS).

“Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia serta terbukti tangguh dan resilien di masa pandemi Covid-19,” ujar Susiwijono.

Sementara itu, selama masa pandemi Covid-19 di 2020, terdapat sebesar 389,9 juta dolar AS nilai realisasi ekspor buah-buahan segar dan olahan. Lebih detail, ekspor buah-buahan segar saja di tahun 2020 sebesar 96,3 juta dolar AS, meningkat sebesar 30,31 persen dibanding tahun 2019.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa produk buah-buahan Indonesia diminati oleh pasar global, sehingga perlu dikembangkan untuk meningkatkan daya saing produk serta meningkatkan kontribusi ekspor buah-buahan terhadap devisa negara.

Dari total ekspor buah-buahan segar dan olahan di tahun 2020 tersebut, ekspor produk olahan nanas memberikan kontribusi terbesar dibanding buah segar dan olahan lainnya, yaitu sebesar 70,30 persen. Sedangkan untuk ekspor buah-bahan segar, ekspor pisang memberikan kontribusi sebesar 6 persenterhadap total ekspor buah-buahan segar.

“Terdapat 5 negara tujuan utama ekspor utama produk buah-buahan Indonesia, yaitu RRC, Hongkong, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Pakistan,” ujar Sesmenko Susiwijono.

Namun dalam pengembangan hortikultura di Indonesia, masih terdapat masalah dan tantangan seperti lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelembagaan petani, terbatasnya modal, kurangnya pendampingan dan inovasi teknologi, serta rendahnya daya saing dan kurangnya akses pasar.

Oleh karena itu, kerja sama kemitraan dengan petani perlu didorong agar petani dapat terbantu dalam merancang pola produksi hingga pemasaran sehingga petani menjadi mandiri dan tangguh.

Sebagai program prioritas, Kemenko Perekonomian akan mengkoordinasikan melalui integrasi kebijakan, yaitu penyediaan lahan melalui optimalisasi kebijakan pemanfaatan lahan Perhutanan Sosial, peningkatan produksi, mutu dan daya saing produk, dan peningkatan akses pembiayaan petani melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Selain itu, peningkatan akses pasar melalui e-commerce, dukungan logistik, pembangunan sarana prasarana/infrastruktur transportasi, serta dukungan kebijakan tarif dan perdagangan internasional juga menjadi prioritas yang dilakukan Kemenko Perekonomian.

Model kemitraan dengan PT Great Giant Pinneapple (GGP) merupakan salah satu contoh terobosan strategi untuk membangkitkan animo petani pisang untuk terjun ke dalam agribisnis berorientasi ekspor. Namun demikian, pola kemitraan ditekankan pada pendekatan Creating Shared Value (CSV) yaitu keterpaduan peran dari semua pihak yang terlibat untuk memberikan nilai tambah.

Hingga saat ini, pengembangan kawasan hortikultura berorientasi ekspor telah dilakukan di 5 (lima) lokasi, yaitu Kabupaten Tanggamus-Lampung, Kabupaten Jembrana-Bali, Kabupaten Bener Meriah-Aceh. Sementara di Provinsi Jawa Timur antara lain Blitar dan Bondowoso, dan hari ini di Kabupaten Ponorogo dikembangkan kawasan yang serupa di lahan seluas 2 hektare.

Dorong Perekonomian Desa

Selain melakukan penanaman perdana komoditas hortikultura berorientasi ekspor pisang cavendish, Susiwijono juga diagendakan melakukan tinjauan ke lokasi pengembangan klaster bisnis padi Kabupaten Ponorogo.

Klaster ini dibentuk sebagai solusi dari tantangan-tantangan yang ada dalam pengembangan produksi padi, utamanya guna menjawab tantangan keterbatasan lahan. Untuk itu, dilakukan pengembangan klaster pertanian berbasis teknologi yang saat ini tengah diimplementasikan oleh Desa Ngabar, Kabupaten Ponorogo.

Dalam proses pengembangan klaster beberapa hal yang telah dicapai antara lain pembentukan kelembagaan, PT Mitra Desa Ponorogo sebagai pengelola klaster yang juga berfungsi sebagai off taker; implementasi smart farming melalui pemasangan alat sensor tanah dan cuaca; peningkatan produktivitas sebesar 23 persen di Kabupaten Ponorogo; serta peningkatan kapasitas kelembagaan gapoktan sehingga tercipta peningkatan produksi dan pemberdayaan masyarakat desa.

Gapoktan klaster bisnis padi Kabupaten Ponorogo telah mampu meningkatkan kapasitasnya dengan melakukan usaha layanan kebutuhan petani dan masyarakat melalui kerja sama dengan Bumdes.

Gapoktan juga telah mendorong pemberdayaan masyarakat melalui keterlibatan Perkumpulan Wanita Tani (PWT) untuk melakukan penyediaan pangan masyarakat bekerja sama dengan pondok pesantren setempat.