Bisnis Alat Hidroponik, Bisa Jadi Peluang Usaha Selama Pandemi

Starter kit budi daya hidroponik. (Foto: Sariagri/Nurohman)

Editor: M Kautsar - Jumat, 30 Juli 2021 | 19:50 WIB

SariAgri - Sistem tanam menggunakan metode hidroponik kini kian diminati masyarakat, terutama di wilayah perkotaan. Sebab, dengan teknik ini mereka dapat bercocok tanam walaupun tidak punya lahan yang luas.

Perkembangan hidroponik sebagai salah satu tren urban farming saat ini, membuat pemasaran alat ataupun jasa pembuatan instalasi hidroponik semakin banyak peminatnya. Tidak heran, jika sektor ini bisa menjadi peluang usaha baru, khususnya selama masa pandemi Covid-19.
Salah satu petani hidroponik di Kabupaten Kuningan, Aam Amelia (23) menerangkan, masyarakat yang penasaran dengan sistem hidroponik biasanya akan mencari tahu dan belajar bagaimana sistem ini diterapakan. Kemudian, mereka bakal membeli perlengkapan untuk memulai hidroponik di lingkungan rumahnya.
"Lumayan, tapi kalau penjualan lebih banyak ke perlengkapannya, seperti rockwool dan benih lebih cepat terjual. Kalau alatnya biasanya yang penasaran dan baru tertarik memulai hidroponik," kata Aam kepada Sariagri, Jumat (29/7).
Meski belum lama menggeluti bidang ini, Aam mengaku sudah bisa menjual alat dan perlengkapan untuk memulai hidroponik hingga ke luar Kuningan. Ia memasarkan satu set starter kit hidroponik seharga Rp75 ribu kepada konsumennya.
"Kami menjual berbagai alat pendukung hidroponik. Khususnya untuk pemula. Kita jual starter kit hidroponik sistem wick. Harganya Rp75 ribu dan bisa dipakai berkali-kali. Kita udah kirim starter kit ini sampai ke Riau dan Sulawesi," ujarnya.
Perlengkapan hidroponik bagi pemula ini, kata dia, sangat cocok dipakai oleh para orang tua yang ingin mengajarkan anaknya untuk berkebun. Selain praktis, alat tersebut juga tidak akan membuat pakaian anak kotor.
"Komponennya kita cari supplier masing-masing barang itu," tambahnya.
Selain menjual perlengkapannya, Aam juga menjual sayur hasil hidroponik. Ia memanfaatkan lahan belakang rumahnya di Desa Sembawa, Kabupaten Kuningan, untuk membangun instalasi hidroponik.
Meski tidak begitu luas, dia bersama dengan keluarganya berhasil membuat instalasi hidroponik memakai metode rakit apung (water culture).
Sistem rakit apung sendiri merupakan salah satu teknik tanam hidroponik. Cara ini menggunakan proses penggenangan air dan nutrisi secara terus menerus pada area akar. Sehingga akar sayuran yang ditanam bisa menyerap nutrisi setiap saat.
Aam belajar berbagai hal tentang hidroponik secara otodidak. Langkah ini diambil karena ia bukan dari jurusan pertanian. Walau menempuh pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB), Aam sebenarnya berasal dari jurusan perikanan dan kelautan di kampus tersebut.
"Yang pertama tahu hidroponik itu dari adik, terus saya belajar mandiri lewat youtube dan google secara otodidak. Nama usaha ini Golden Hidrofam. Untuk awalnya ini merupakan inisiasi dari keluarga saya. Dukungan dari modal khususnya dari keluarga," tuturnya.
Instalasi yang dipakai untuk menanam sayur, kata dia, jumlahnya sebanyak 3 buah. Paling besar instalasi itu berukuran 6x1,5 meter dengan lubang tanam sekitar 120 lubang. 
Dari tiga instalasi itu hanya dua instalasi yang dapat mengahsilkan sayur dengan kualitas baik. Sedangkan sisanya tidak berfungsi secara maksimal, dikarenakan letaknya tidak begitu strategis.
Untuk saat ini, Aam tengah fokus memaksimalkan penanaman selada. Sebab, sayuran ini memiliki peminat yang cukup banyak di Kuningan. Ia juga sedang merancang rotasi tamam agar setiap minggu selada-selada tersebut bisa dipanen.
"Untuk panen waktunya sebulan sekali. Tapi agar mempertahankan stok kita mulai merotasi tanaman. Jadi setiap minggu diusahakan bisa panen. Kita menanam selada, kangkung, sawi pagoda, sama mint. Tapi untuk sayuran selain selada, kita masih coba-coba untuk menanamnya. Untuk daya tarik pelanggan saja. Kita fokus pemasaran untuk selada," tambahnya.
Kendati belum lama menjadi petani sayur hidroponik, Aam mengaku mendapat respons positif dari konsumen. Permintaan sayur terutama selada terus berdatangan. Rata-rata pelanggannya berasal dari ibu rumah tangga hingga kalangan pekerja kantoran.
Aam memasarkan produknya secara online, baik melalui media sosial maupun aplikasi toko online. Hal ini bukan hal asing baginya. Sebab semasa kuliah dulu, Aam sudah menekuni bisnis semacam ini.
"Untuk pasar atau marketnya kita fokus ke selada. Karena permintaan di Kuningan itu lumayan banyak. Kita jual Rp25 ribu per kilogram untuk and user atau customer akhir, seperti yang di kantoran atau ibu rumah tangga," ucap dia.