5 Hal yang Harus Diterapkan dalam Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat

Ilustrasi - Tanaman jeruk. (Pixabay)

Editor: Arif Sodhiq - Senin, 6 Juni 2022 | 15:10 WIB

Sariagri - Produktivitas jeruk di Indonesia masih rendah, hanya 15-17 ton dari potensi 30-40 ton per hektare. Salah satu penyebabnya belum terbebasnya daerah sentra produksi dari serangan CPVD, penyakit yang disebabkan Liberobacter asiaticum. 

Penyakit itu dapat ditularkan bibit yang telah terinfeksi CPVD atau melalui serangga penularnya, yaitu kutu loncat Diaphorina citri sehingga harus diwaspadai pada setiap upaya rehabilitasi atau pengembangan agribisnis jeruk.

Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat atau yang disingkat dengan PTKJS merupakan paket teknologi untuk budidaya tanaman jeruk sehat, sekaligus mengendalikan penyakit CVPD sebagai penyakit utama tanaman jeruk di Indonesia. Dilansir laman Balitbangtan, PTKJS terdiri atas lima komponen teknologi yang harus diterapkan secara utuh dan konsisten.

1. Menggunakan bibit jeruk berlabel bebas penyakit

Bibit jeruk bermutu adalah bibit jeruk bebas patogen sistemik (CPVD, CTV, Vein enation, Exocortis, Psorosis, Xyloporosis dan Tatter leaf), sesuai induknya yaitu varietas batang bawah dan batang atasnya dijamin kemurniannya. Selain itu proses produksinya berdasarkan program sertifikasi jeruk yang berlaku. Artinya, bibit jeruk bermutu adalah bibit jeruk berlabel bebas penyakit dalam kondisi ideal siap ditanam di lapangan.

2. Mengendalikan serangga penular CPVD D. citri secara cermat

Diaphorina citri dapat dikendalikan dengan cara penyaputan batang dengan menggunakan insektisida sistemik murni berbahan aktif imidakloprid atau lainnya. Penyaputan batang dilakukan saat pohon berpupus dan dapat diulang setiap 2-4 minggu. Selain itu juga dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida berbahan aktif dimethoate 2cc/l atau lainnya.

Insektisida berbahan aktif endosulfan 0.05% atau lainnya ampuh mengendalikan telur D. citri sehingga efektif diterapkan pada awal pertunasan. Dengan cara penyaputan batang, musuh alami D. citri diharapkan tidak mati.

Pengendalian serangga penular CPVD dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasit, predator dan entomopatogennya mempunyai prospek untuk dikembangkan di masa mendatang.

3. Melakukan sanitasi kebun secara cermat

Sanitasi kebun adalah upaya membuang bagian tanaman atau membongkar pohon yang terserang CPVD. Gejala awal dapat dikenali dengan adanya ‘blotching/motling’, yaitu warna kuning pada daun yang tidak dibatasi oleh tulang daun dan tidak simetris, pertumbuhan daun terhambat, daun mengecil, relatif kaku, runcing dan menghadap ke atas.

Pemangkasan ranting terinfeksi CPVD (sektoral) dapat dilakukan dengan memotong ranting dua periode tunas sebelumnya. Pohon jeruk yang telah terinfeksi CPVD secara menyeluruh harus di bongkar sampai ke seluruh abagian akar tanaman.

4. Memelihara tanaman secara optimal

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, penyiraman, pemangkasan bentuk dan pemeliharaan, penjarangan buah dan pengendalian hama penyakit penting lainnya, perlu mendapat perhatian karena dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Pemeliharaan kebun yang optimal dapat mempermudah pelaksanaan sanitasi kebun. Jika ada pohon jeruk yang terinfeksi CPVD gelajanya akan lebih mudah dideteksi. Teknologi anjuran pemeliharaan kebun jeruk seyogyanya bersifat spesifik lokasi.

5. Konsolidasi pengelolaan kebun di suatu wilayah target pengembangan 

PTKJS akan efektif diterapkan pada daerah pengembangan baru atau daerah yang akan direhabilitasi yang telah bebas dari pohon jeruk yang terinfeksi CPVD pada radius minimal 5 km.

Baca Juga: 5 Hal yang Harus Diterapkan dalam Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat
Mengenal Potensi Luar Biasa Magetan Lewat Aneka Rasa Jeruk Pamelo

Pengendalian penyakit CPVD dengan PTKJS akan berhasil jika diterapkan secara utuh dan benar serta terkoordinasi baik antar petani, antar gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang membentuk kawasan sentra produksi. Konsolidasi pengelolaan kebun melalui koordinasi penerapan teknologi PTKJS dapat dilaksanakan secara optimal dengan menjadi Kelompok Tani Jeruk (KTJ) sebagai unit terkecil pembinaan.

Setiap KTJ sebaiknya beranggotakan 20-25 petani. Penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan harus berbasis hamparan usaha milik KTJ bukan berorientasi pada petani sebagai individu anggota KTJ. PTKJS diharapkan menjadi acuan utama penyusunan Standar Operating Procedure (SOP).